Melayani adalah suatu ungkapan yang sangat indah sekaligus paling penting dalam berbagai lingkup kehidupan kita ini, terutama yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan. Berbagai perusahaan yang ada menggunakan kata-kata pelayanan untuk memikat para pelanggan. Sebuah bank yang terkemuka di Indonesia, menuliskan slogannya ”Melayani dengan hati”, seakan ingin menegaskan komitmen mereka untuk melayani nasabah dengan pelayanan yang nomor wahid.
Melayani adalah sebuah hukum alam yang sangat penting dalam suatu bisnis. Hanya mereka yang melayani yang akan memenangi persaingan. Yang mengabaikan hukum ini akan tergusur, bahkan tidak punya hak untuk hidup dan bertahan. Kalo bisa dikatakan bahwa pelayanan adalah sebuah cara Tuhan ikut campur dalam kehidupan kita dengan cara menyingkirkan siapa yang baik dan tidak baik, siapa yang profesional dan tidak profesional.
Ada sebuah contoh inspiratif mengenai seorang manusia luar biasa yang telah menerapkan prinsip pelayanan ini sepanjang hidupnya.
Manusia luar biasa itu bernama Toyotomi Hideyoshi, seorang pemimpin legendaris Jepang abad ke-16 yang telah menyatukan Jepan dan mengakhiri era perang saudara. Sampai hari ini, lebih dari 400 tahun setelah kematiannya, bisa dikatakan semua anak sekolah di Jepang mengenal nama beliau, bahkan tak terhitung film, novel, drama yang dibuat untuk menceritakan dan memberikan penghormatan terhadap Hideyoshi.
Hideyoshi bukanlah seorang samurai yang hebat yang berasal dari keluarga keturunan para bangsawan, yang mengalir darah kebangsawanan di dalam dirinya. Di sama sekali jauh dari kehidupan semacam itu. Dia lahir dari keluarga miskin dengan badan yang tidak tinggi, bertubuh bungkuk, tidak atletis, tidak berpendidikan, serta berwajah merah dan keriput sehingga dia dijuluki ”Monyet” seumur hidupnya.
Namun, Hideyoshi memiliki sesuatu hal yang tidak dimiliki oleh banyak orang, dia memiliki kemauan sekeras baja, otak setajam pedang samurai, semangat yang tak pernah padam, dan wawasan mendalam tentang kehidupan manusia. Inilah yang membuat dia berhasil mengungguli para pesaingnya yang berdarah biru, yang mempunyai kemampuan bela diri hebat, untuk kemudian menjadi penguasa seluruh Jepang.
Apa rahasinya? MELAYANI DENGAN SEPENUH HATI
Ada banyak hal yang bisa kita teladani darinya, tetapi satu hal terpenting adalah pengabdian, dia mengatakan ”Orang-orang berdedikasi padaku karena aku juga mendedikasikan diri kepada mereka.” Dedikasi dan pengabdian adalah kata-kata yang sederhana, bahkan terdengar sangat gampang dan terlalu sederhana, tetapi inilah yang menjadi kunci dalam kehidupan Hideyoshi.
Ada banyak cerita yang dapat menunjukkan betapa setianya Hideyoshi –yang memulai ”kariernya” sebagai pembawa sandal– kepada atasannya, Lord Nabunaga, yang selalu memanggilnya dengan sebutan ”Monyet”.
Bahkan suatu saat diceritakan bahwa Hideyoshi, pada suatu musim dingin yang menusuk tulang, dia menunggu Lord Nabunaga di luar rumah kayu tempatnya rapat sambil memegang sandalnya hanya untuk menghangatkan sandal tersebut untuk tuannya. Hideyoshi merasa sangat kedinginan tetapi dia tidak ingin sandal atasannya menjadi dingin. Karena itu dia mendekap erat sandal tersebut di dadanya hanya sekedar untuk menghangatkannya. Lord Nabunaga sendiri sangat terharu menyaksikan pengorbanannya yang luar biasa.
Dikisahkan pula bahwa Hideyoshi memilih kamar yang paling dekat dengan pintu masuk kastil, tempat tidurnya dari tumpukan jerami yang tersebar di tanah. Dengan beristirahat di kamar tersebut, dia dapat terus memantau aktivitas Lord Nabunaga serta merespon keinginannya dengan cepat meskipun dia tidak pernah merasakan tidur yang nyenyak. Dengan cara seperti ini Hideyoshi bukan hanya melayani melainkan juga dapat mengantisipasi segala kebutuhan atasannya dengan sepenuh hati.
Ketika suatu pagi terjadi kebakaran di kastil, dia telah terbangun jauh sebelum tanda bahaya diserukan dan secepat mungkin mempersiapkan kuda untuk atasannya. Maka tatkala sang atasan bergegas akan menyelamatkan diri, Hideyoshi muncul dengan kudanya yang sudah berpelana dan bisa langsung ditunggangi atasannya.
Bahkan ketika suatu saat Lord Nabunaga berkemah dalam suatu situasi yang penuh dengan kepungan kabut, setiap malam dia mendengar suara orang yang berkeliling di area perkemahan setiap malam sambil berteriak, ”Tetap waspada!”. Saking penasarannya Nobunaga kemudian mencari identitas si penjaga malam dan terhenyak serta begitu terkesan begitu tahu bahwa orang itu tidak lain tidak bukan adalah anak buahnya yang setia: Hideyoshi.
Yang menarik, walaupun orang-orang di sekitarnya menganggap remeh pekerjaannya, Hideyoshi melakukannya dengan sepenuh hati dan jiwa. Dia senantiasa berpendapat bahwa tidak ada pekerjaan yang remeh. Bukankah pekerjaan sekecil apa pun adalah mulia bila dilakukan untuk melayani orang lain?
» Read more → Melayani dengan hati
Melayani adalah sebuah hukum alam yang sangat penting dalam suatu bisnis. Hanya mereka yang melayani yang akan memenangi persaingan. Yang mengabaikan hukum ini akan tergusur, bahkan tidak punya hak untuk hidup dan bertahan. Kalo bisa dikatakan bahwa pelayanan adalah sebuah cara Tuhan ikut campur dalam kehidupan kita dengan cara menyingkirkan siapa yang baik dan tidak baik, siapa yang profesional dan tidak profesional.
Ada sebuah contoh inspiratif mengenai seorang manusia luar biasa yang telah menerapkan prinsip pelayanan ini sepanjang hidupnya.
Manusia luar biasa itu bernama Toyotomi Hideyoshi, seorang pemimpin legendaris Jepang abad ke-16 yang telah menyatukan Jepan dan mengakhiri era perang saudara. Sampai hari ini, lebih dari 400 tahun setelah kematiannya, bisa dikatakan semua anak sekolah di Jepang mengenal nama beliau, bahkan tak terhitung film, novel, drama yang dibuat untuk menceritakan dan memberikan penghormatan terhadap Hideyoshi.
Hideyoshi bukanlah seorang samurai yang hebat yang berasal dari keluarga keturunan para bangsawan, yang mengalir darah kebangsawanan di dalam dirinya. Di sama sekali jauh dari kehidupan semacam itu. Dia lahir dari keluarga miskin dengan badan yang tidak tinggi, bertubuh bungkuk, tidak atletis, tidak berpendidikan, serta berwajah merah dan keriput sehingga dia dijuluki ”Monyet” seumur hidupnya.
Namun, Hideyoshi memiliki sesuatu hal yang tidak dimiliki oleh banyak orang, dia memiliki kemauan sekeras baja, otak setajam pedang samurai, semangat yang tak pernah padam, dan wawasan mendalam tentang kehidupan manusia. Inilah yang membuat dia berhasil mengungguli para pesaingnya yang berdarah biru, yang mempunyai kemampuan bela diri hebat, untuk kemudian menjadi penguasa seluruh Jepang.
Apa rahasinya? MELAYANI DENGAN SEPENUH HATI
Ada banyak hal yang bisa kita teladani darinya, tetapi satu hal terpenting adalah pengabdian, dia mengatakan ”Orang-orang berdedikasi padaku karena aku juga mendedikasikan diri kepada mereka.” Dedikasi dan pengabdian adalah kata-kata yang sederhana, bahkan terdengar sangat gampang dan terlalu sederhana, tetapi inilah yang menjadi kunci dalam kehidupan Hideyoshi.
Ada banyak cerita yang dapat menunjukkan betapa setianya Hideyoshi –yang memulai ”kariernya” sebagai pembawa sandal– kepada atasannya, Lord Nabunaga, yang selalu memanggilnya dengan sebutan ”Monyet”.
Bahkan suatu saat diceritakan bahwa Hideyoshi, pada suatu musim dingin yang menusuk tulang, dia menunggu Lord Nabunaga di luar rumah kayu tempatnya rapat sambil memegang sandalnya hanya untuk menghangatkan sandal tersebut untuk tuannya. Hideyoshi merasa sangat kedinginan tetapi dia tidak ingin sandal atasannya menjadi dingin. Karena itu dia mendekap erat sandal tersebut di dadanya hanya sekedar untuk menghangatkannya. Lord Nabunaga sendiri sangat terharu menyaksikan pengorbanannya yang luar biasa.
Dikisahkan pula bahwa Hideyoshi memilih kamar yang paling dekat dengan pintu masuk kastil, tempat tidurnya dari tumpukan jerami yang tersebar di tanah. Dengan beristirahat di kamar tersebut, dia dapat terus memantau aktivitas Lord Nabunaga serta merespon keinginannya dengan cepat meskipun dia tidak pernah merasakan tidur yang nyenyak. Dengan cara seperti ini Hideyoshi bukan hanya melayani melainkan juga dapat mengantisipasi segala kebutuhan atasannya dengan sepenuh hati.
Ketika suatu pagi terjadi kebakaran di kastil, dia telah terbangun jauh sebelum tanda bahaya diserukan dan secepat mungkin mempersiapkan kuda untuk atasannya. Maka tatkala sang atasan bergegas akan menyelamatkan diri, Hideyoshi muncul dengan kudanya yang sudah berpelana dan bisa langsung ditunggangi atasannya.
Bahkan ketika suatu saat Lord Nabunaga berkemah dalam suatu situasi yang penuh dengan kepungan kabut, setiap malam dia mendengar suara orang yang berkeliling di area perkemahan setiap malam sambil berteriak, ”Tetap waspada!”. Saking penasarannya Nobunaga kemudian mencari identitas si penjaga malam dan terhenyak serta begitu terkesan begitu tahu bahwa orang itu tidak lain tidak bukan adalah anak buahnya yang setia: Hideyoshi.
Yang menarik, walaupun orang-orang di sekitarnya menganggap remeh pekerjaannya, Hideyoshi melakukannya dengan sepenuh hati dan jiwa. Dia senantiasa berpendapat bahwa tidak ada pekerjaan yang remeh. Bukankah pekerjaan sekecil apa pun adalah mulia bila dilakukan untuk melayani orang lain?