Wednesday, September 16, 2009

Kebangkrutan Terencana

Laju resesi dunia yang dipicu oleh krisis kredit di Amerika Serikat sejak pertengahan 2007, sudah mulai melambat seiring dengan meningkatnya tingkat kepercayaan dunia terhadap prospek perekonomian dunia. Meskipun demikian, tingginya tingkat penggangguran, tingginya tingkat penggangguran, tekanan inflasi, dan pembengkakan defisit masih akan menghantui pemulihan ekonomi Amerika.
Adalah General Motors Corps (GM), salah satu industri besar di AS yang menjadi ikon negara dengan perekonomian terbesar di dunia, harus menelan pil pahit. Hingga 1 Juni 2009, GM gagal memenuhi tenggat waktu yang diberikan untuk melakukan reorganisasi di luar pengadilan dan membukukan utang yang nilainya mencapai USD 172,8 miliar (dua kali lipat dari asetnya). GM terpaksa mengajukan proteksi kebangkrutan terencana atau CHAPTER 11.
CHAPTER 11, pada intinya melindungi perusahaan yang tidak bisa memenuhi kewajiban yang masuk dalam pasal kebangkrutan sehingga bisa dilindungi dari tagihan kreditor dan investor. Karena kalau semua kewajibannya dipenuhi, maka asetnya akan habis. Hal inilah yang membedakan dengan kebangkrutan biasa.
Perusahaan pun memperoleh kesempatan mendapatkan pinjaman baru. Selain itu, pengadilan memberikan hak kepada perusahaan untuk menunda atau membatalkan kontrak. Chapter 11 merupakan bab proteksi kebangkrutan yang dipakai dalam sistem ekonomi AS terhadap proses upaya pemulihan perusahaan swasta nasional yang dianggap penting untuk dipertahankan.
Dengan masuk chapter 11, status GM diyakini bisa kembali pulih dan beroperasi lagi. Pengadilan AS menjamin mutlak bahwa aset apapun dari properti hingga alat tulis kantor, tidak boleh disita oleh siapapun dan akan digunakan untuk mendukung bisnis supaya berjalan normal hingga proses reorganisasi selesai. Sedangkan aset-aset yang tidak sehat bakal dikelompokkan dan dilikuidasi hingga memperoleh angka kerugian minimal.Aset yang masih sehat disatukan dan dibuatkan perusahaan baru yang menguntungkan.
Kini, GM punya waktu 60 hingga 90 hari untuk keluar dari proteksi kebangkrutan dan menjadi perusahaan baru yang lebih ramping, efisien dan kuat berkompetisi. Dengan masuk chapter 11, maka kewajiban yang ada bisa dijadwalkan ulang. Setelah perusahaan berjalan, kewajibannya baru bisa diangsur sesuai neraca perusahaan.
Hal ini merupakan proses pelajaran untuk Indonesia yang juga perlu mengadaptasi kebangkrutan terencana, terutama berkaitan dengan upaya pemulihan perusahaan swasta nasional yang dianggap strategis untuk dipertahankan. Tapi kita harus menyertainya dengan penegakan hukum yang konkret.

by : WahyuJK
» Read more → Kebangkrutan Terencana

Perluanya OJK dalam Pengawasan Perbankan

Perbankan nasional Indonesia kembali mengalami masalah dan guncangan hebat diakibatkan terkuaknya kasus Bank Century yang menjadikan kondisi ekonomi negeri tercinta ini kemungkinan besar akan mengalami hambatan dalam perkembangannya. Dengan adanya masalah ini semakin memperlihatkan bahwa pengawasan otoritas ekonomi kita masih belum sekuat yang diharapkan kita semua.
Masalah Century memperlihatkan bahwa kasus ini tidak hanya menyangkut kesalahan administrasi saja, melainkan juga berkaitan erat dengan tingkat pengawasan pemerintah (dalam hal BI) terhadap bank-bank yang beroperasi di Indonesia. Jangan sampai hanya mementingkat pendapatan saja tanpa memperhatikan bagaimana kelanjutan nasib nasabah. Pengawasan selama ini dilakukan oleh otoritas lembaga pengawasan perbankan tergolong lemah. Andai saja pengawasan yang dilakukan cukup ketat, masalah yang melanda Bank Century maupun Bank Indover tidak sampai parah seperti sekarang ini sampai membawa-bawa nama menteri di kabinet segala.
Ke depan, mekanisme pengawasan bank sentral terhadap bank-bank umum harus ditingkatkan agar kasus yang melanda Bank Century tidak terjadi pada bank-bank lain. Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang masih belum tuntas sampai sekarang, sudah cukup menjadi pelajaran, dan diharap terjadi sekali saja.
Penanganan kasus yang cepat dan tuntas diharapkan dapat membuat kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan menjadi kuat. Selain itu, langkah-langkah yang akan diambil oleh pengambil keputusan haruslah tetap memperhatikan dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Investigasi yang dilakukan harus transparan, termasuk dapat mengungkap siapa-siapa saja yang terlibat dalam kasus ini, yang kalau menurut saya sudah menjadi suatu kasus pelanggaran hukum berat karena merugikan banyak orang dan juga negara.
Pihak otoritas perbankan harus mampu menepis anggapan kalau kasus ini diendapkan karena alasan yang sangat politis. Kasus ini juga harus diisolasi dari perbankan nasional agar tidak mengganggu sistem perbankan kita yang sudah cukup sehat dan bagus. Itu dimaksudkan pula agar masyarakat tidak khawatir karena nantinya kekhawatiran tersebut bisa merambat ke perbankan lainnya.
Dalam kaitan dengan soal dana talangan (bail out) untuk Bank Century yang nilainya sangat besar itu (Rp 6,7 triliun), terdapat indikasi kesalahan antara sistem fiskal dan moneter. Hal itu membuat Bank Indonesia maupun Departemen Keuangan seharusnya tidak boleh saling lempar kesalahan. Di sinilah perlunya Indonesia memiliki suatu badan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertugas mengawasi sepak terjang perbankan nasional, agar kasus seperti yang melanda Bank Century maupun Indover Bank tidak terjadi lagi dan mengganggu stabilitas keuangan kita.
Bila OJK sudah ada, maka Bank Indonesi tidak perlu lagi mengawasi perbankan, tetapi fokus mengurus sektor moneter. Dengan OJK pula, pemerintah tidak perlu memikirkan masalah biaya pengawasan karena biaya tidak menggunakan dana dari APBN melainkan dari industri perbankan itu sendiri.
» Read more → Perluanya OJK dalam Pengawasan Perbankan